Review on AADC2

"Lihat tanda tanya itu. Jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi."

Kalimat itu seakan ngga bisa lepas dari otak gue selesai gue nonton Ada Apa Dengan Cinta? 2 (AADC2) di hari kedua penayangan serentak lanjutan film legendaris Indonesia tahun 2002 itu.

2002, waktu itu gue baru kelas 2 SD, masih bocah ingusan, kata "cinta" aja kayaknya belum pernah denger. Gue baru nonton AADC itu seinget gue waktu SD akhir atau SMP awal gitu beli DVDnya, gue lupa sebenernya gue kapan nonton AADC, tapi yang jelas gue nonton AADC itu bisa jadi lebih dari 5x. Seneng banget liat Rangga (Rangga itu salah satu faktor kenapa gue suka banget sama cowok pendiem, ganteng, ngga banyak ngomong, pinter suka nulis puisi. Hehe.), seneng banget liat Rangga dan Cinta, Rangga - Pak Wardiman, Cinta dan Milly, Maura, Karmen, Alya + Mamet. Buat gue AADC adalah refleksi sempurna masa remaja di Indonesia.

Tahun 2014, LINE ngeluarin iklan untuk feature Find Alumni mereka yang menurut gue canggih banget. AADC REUNION. Gue nontonnya deg-degkan sendiri, excited, setelah nonton efeknya jadi happy, baper, ya gitulah pokonya baper sih, gue anaknya disentil dikit gampang banget baper. Kangen Rangga, Cinta, Geng Cinta (yang waktu itu di iklan LINE, Mamet ngga muncul, jokes-nya dia masih ketinggalan di Bandara). Kayak diajak nostalgia singkat. Gue sama temen gue yang cinta AADC juga, excited banget, "Dim! Ini kalo ada AADC 2 epic banget sih!"

Dan.. Terjadilah! 2 tahun kemudian AADC2 rilis. Excited sekaligus deg-degkan juga, I didn't put my expectation too high on this. Gue baru sempet nonton di hari ke-2 penayangan, dan... Gue puas! I am satisfied on AADC2. That was what I want on a sequel.

Ceritanya sangat masuk akal, ngga dibuat-dibuat, that what the best on AADC2.

Baper kronis. Efek delusional-nya tinggi banget. Setelah nonton itu gue sama temen-temen gue keluar bioskop sambil senyum-senyum inget adegan-adegan tadi yang diputer. Seperti yang selalu gue percaya, it's not about the message, it's all about HOW you deliver the message.

Mungkin, kalau tanpa disertakan judul "AADC" filmnya akan biasa saja, mungkin kalau tanpa Nicholas Saputra (my baby love) dan Dian Sastro beserta Sissy Prescillia (She attracts the attention so much, seneng banget liat dia disini), Titi Kamal, Adinia Wirasti, dan Dennis Adhiswara, AADC2 juga akan biasa saja atau tanpa puisi-puisi karya Aan Mansyur, AADC2 bisa juga jadi biasa saja.

Jadi, when I want to write a review on this, I simply want to review AADC2 as a whole. Not only from the story, or the cast, or the photography, or the poem, and so on, tapi gue ingin melihat AADC2 ini sebagai satu kesatuan, yang ngga dipisah-pisah, bagimana sebuah film bisa benar-benar membangkitkan emosi penontonnya.

Sampai akhirnya gue tau kenapa gue suka banget film ini – I am sincerely giving 5/5 for this, btw – setelah gue nonton untuk yang kedua kalinya.
I can really relate myself to Rangga. Nonton AADC2 seperti nonton kisah diri gue sendiri dijadikan sebuah film, siapa yang ngga suka nonton film "sendiri"?
Gue akhirnya tau kenapa ini benar-benar bisa membangkitkan emosi gue (dan diikuti kebaperan setelahnya).

Selain faktor "gue" dalam review ini, in my opinion, AADC2 can really relate to much people. Ngga sedikit orang yang kayak Cinta, benci-benci tapi rindu dan sayang. Ngga sedikit juga kan orang yang kayak Rangga, kangen-kangen gengsi tapi akhirnya nyerah? Lebih lagi, terlihat banget semua orang yang terlibat dalam proses produksi ngerjainnya penuh cinta, excitment-nya somehow terlihat ketika gue nonton.

Menurut gue ini pas banget, banget! ditonton sama temen-temen SMA, atau SMP, se-geng gitu. Nonton rame-rame itu serunya bisa cekikikan banget, apalagi nuansanya nostalgia. Plus, added point-nya, AADC2 dibuat banyak banyolan (yang mostly dari Milly), entah sengaja atau ngga (tapi kayaknya sih sengaja), jokes yang dilemparkan ngga kaku dan beneran ngebuat seisi studio (so far 2 studio yang mana gue ada dilamnya) ngakak.
Lalu, AADC2 ini layak ditonton dua kali atau lebih, sendiri, biar fokus aja mendalami ceritanya. Karena yang pertama gue terlalu excited, ada beberapa part yang lost dari pendengaran dan penglihatan gue, nonton kedua kalinya jadi terasa jelas semuanya, and yes, it still got me smile kayak punya gebetan baru.

Mungkin telat sih gue bikin review ini, as on the 5th day penayangan, AADC2 sudah berhasil tembus 1.000.000 penonton. Tapi siapatau masih ada yang belum nonton, silahkan nonton, meski kalian mungkin ngga akan sesuka gue, but I'm sure setelah nonton akan ada perasaan hangat yang timbul di dada kalian.

epilog sederhana "segitiga tidak sama sisi"

Ben
Sore ini gue masih berkutat dengan beberapa design yang harus gue serahkan ke bos gue besok pagi. Satu persatu teman-teman kantor gue sudah mulai bersiap-siap pulang, tiba-tiba satu notifikasi muncul.
Aurora Kemala: Ben, temenin ngopi yuk?
Bodo amat dengan design-design ini, bisalah nanti malam gue begadangin, buru-buru gue menelfon perempuan yang tahunan namanya tidak pernah lepas dari pikiran gue, insane, I know.
"Halo, Ra?"
"Ben!"
"Udah kelar kerjaan, Ibu pengacara?”
"Belum sih, tapi harusnya engga lama lagi selesai. Temenin ngopi yuk, Ben?" Aurora menyambut telfonnya hangat, seperti biasa.
"Tapi gue laper, Ra. Dudung abis itu ngopi?"
"Cinta banget ya lo sama si Dudung, baru bentar absen udah kangen. Fine, Dudung habis itu ngopi. 30 menit lagi ya?"
"Ok."
Dudung–Sop Kaki Kambing Dudung Roxy– asal aja, by the way, gue menyingkat begitu, one of my favorite remedy kalau lagi sakit kepala kerjaan numpuk di kantor. Aneh ya, sakit kepala malah makan kambing, malah semakin darah tinggi, tapi biasanya pasti gue ajak Aurora. Buat gue, dia adalah stress reliever, jadi imbang ketika ada Dudung di depan gue dan Aurora di samping gue menemani.

Aurora
Sambil makan Dudung–his favorite–aku ngga tahan untuk ambil HP dan mengambil beberapa gambar dia lagi makan, belakangan aku baru sadar, Ben ini kalau diperhatikan dengan brewok asalnya dan kemeja putih yang selalu dia gulung sesiku itu, ganteng juga.
"Apa sih orang lagi kepanasan dan kepedesan malah difoto-foto?"
"Snapchat! Say hi dong Ben!" Aku mengarahkan HP-ku ke Ben, Ia masih terlihat fokus pada makanannya.
Sampai tinggal tetes terakhir di mangkuk Dudungnya, Ia bertanya, "Apa sih gunanya main snapchat?"
"Loh, kan lo ada snapchat, Ben?"
"Iya, tapi enggak nemu dimana pentingnya. Lagian kan waktu itu lo yang maksa bikin."
"Menurut gue, snapchat ini emang enggak penting sih, teman gue bahkan ada yang bilang snapchat itu buat ajang pamer-pameran sama teman-teman dekat aja, tapi meaningful."
"How?"
"Di snapchat ini, kita bisa pilih moment mana yang kita kehendaki untuk simpan atau biarkan meluap hilang gitu aja setelah 24 jam. Kalau kita mau, ya bisa kita save di camera roll, we can keep those moments forever. Kalau engga, yaudah biarin aja sampai hilang sendiri."
Ben mengangguk-angguk tanda setuju.

Ben
Sampai di lobi apartment Aurora, seperti biasa gue impulsif melepaskan seatbelt-nya. "Terima kasih ya Ra, mau nemenin panas-panasan di Dudung."
"Anytime, Benji. Mau masuk dulu atau langsung cabut? Besok meeting pagi ya?"
"Ra.."
Lidah gue mendadak kelu. Pikiran gue tiba-tiba beranjak dari masi kini ke 17 bulan yang lalu, saat gue mengutarakan terang-terangan perasaan gue terhadap wanita yang sedang duduk persis disebelah gue ini. Gue bersyukur dengan apa yang sedang gue jalani bersama Aurora, nyatanya sekarang Ia tidak kemana-mana, Ia bersama gue meskipun tidak ada ikatan apa-apa di antara kami. Namun, ego yang harusnya bisa gue kendalikan ini menginginkan lebih.
"Yes?"
"About that snapchat ‘asal-asalan’ philosophy you stated before..."
"Hahaha, sialan dibilang asal-asalan,” Ia tertawa.
"Saat-saat yang lo jalani bersama gue, yang lo capture selama 17 bulan kemarin, kita berdua aja begini, lo pilih untuk simpan atau lo biarkan menghilang begitu aja?"
"Engga gue save sih selama ini."
Muka gue mungkin saat itu adalah muka ter-bloon sedunia. "Oh..."
Tapi kemudian Aurora tersenyum, I swear her smile that night was the best amongst all.
"But I'll make sure those moments stay in my head. Forever."


The End

prosa berirama kamu

Melly Goeslaw menurutku salah
Siapa yang pernah bilang bahwa rindu itu indah
Nyatanya rindu membuatku berantakan
Aku tidak beraturan

Aku rindu cara kamu memperlakukan aku
Tapi dulu aku terlalu dungu
Membuat kamu putus asa
Sehingga sekarang aku hampa

Cara kamu membahagiakan aku begitu manis
Kalau diingat semua bagaikan nirwana
Aku jadi terhempas secara tragis
Kamu sudah tidak tahu dimana

Cara Tuhan memberi pelajaran tak pernah sama
Ia memberiku pelajaran rindu lewat kamu
Cara Tuhan menegur umat-Nya pasti berbeda
Ia menegurku melalui kamu yang berlalu

Harusnya dulu aku tahu
Kamu adalah apa adanya kamu
Dan aku menyesal tidak melihat itu
Maaf, sempurna bukan milikku

- t.r. 2015

Trip to Malang-Batu-Bromo (+10 tips!)

Hello, fellow readers!

Sebelum memulai bercerita trip gue ke Malang-Batu-Bromo kemarin, let me say: Taqobbal Allahu minna wa minkum, minal aidin wal faidzin, maaf lahir batin, selamat lebaran, semuanya!

Disclaimer: 10 tips penting-ngga penting yang gue kasih mungkin cocoknya buat kalian yang sukanya mager-mageran, ngga cocok sih kayaknya buat kalian turis-turis yang berjiwa aktif dan semangat. Hahaha!

Jadi, hari ke 3 lebaran, gue dan keluarga bersama-sama pergi ke stasiun Gambir untuk memulai tour ke Batu, Malang dan Bromo, karena keluarga gue adalah keluarga Betawi, ngga punya kampung, ngga pernah mudik, jadi diada-adain aja. Kenapa naik kereta? Pengen coba. Gue dan Ibu bukan first-timer naik kereta jauh, pernah ke Jogja dahulu sekali naik kereta, tapi kakak dan adik gue belom pernah, jadilah Ibu berinisiatif untuk kami cobain naik kereta, ok then, let's go!


DAY 1

Kami naik kereta api Gajayana, Jakarta-Malang, harganya kurang lebih Rp 600.000, belinya tapi jauh-jauh hari dari bulan April 2015 (iya, Ibu gue merupakan Ibu yang visioner untuk liburan keluarga). Perjalanannya mulai jam 17:45 tepat, memakan waktu 16 jam, lumayan, pantat gosong.

Tip 1: Bawa bantal leher, kalo ngga ntar lehermu sengklek, di KA dikasih sih bantal tapi ngga empuk. Ngga perlu bawa selimut, selimutnya juga dikasih dan harum jadi layak pakai. Kalau ngga bisa tidur di bawah sinar, bawa juga penutup mata, soalnya lampu keretanya ngga dimatiin pas malam. Pakai baju senyaman mungkin, enakan pake celana bahan tipis yang gelewer-gelewer gitu, yang adem deh biar enak ndusel-duselnya. Di dalam kereta juga ada colokan listrik, per bangku dapet 1, jadi ngga usah khawatir mati gaya baterai HP abis.

Tip 2: Ini agak ngga penting, tapi ganggu, kalau udah malam dan mau tidur, sebaiknya tutup penutup jendela, karena nanti kalau keretanya berhenti untuk nunggu giliran lewat, (kalau kemarin pengalaman gue) ada anak-anak/mas-mas entah darimana yang melambai-lambaikan tangannya dari luar sambil nempelin layar barcode BBM-nya ke kaca kereta. Astaghfirullah.

BOSEN YA MAAFIN YA
(baru mulai udah malesin)


DAY 2

Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya kami sampai di Stasiun Malang Kota Lama jam 10 pagi esok harinya, dijemput oleh driver dari Kayana Tour. Pelayanannya dari hari ke 2 sampai ke 5 cukup oke, I give 3,5/5. Ya, standard lah. Drivernya, Mas Pur, baik hati dan sopan, tapi ngaret-an. Biasanya pagi-pagi kalau liburan sama travel atau sewa driver, udah ditungguin di lobby, tapi ini selalu kami yang nunggu. Harga per pax-nya Rp 2.500.000, sudah termasuk hotel, mobil dan driver, snack 1x (pas mau ke Bromo), aqua 600ml setiap hari, biaya masuk semua objek wisata sesuai paket (Tour Bromo, Air Terjun Coban Rondo, Batu Night Spectacular, Jatim Park 2, Museum Angkut).

Dari stasiun, kami menuju ke Air Terjun Pengantin Coban Rondo, nyampe sana kami cuman liat air terjunnya (IYALAH! Maksudnya, ngga pake nyebur gitu), terus kalau kesana cobain deh cilok daging (sumpah, enak gue sampe makan 2 porsi hahahahaha), terus gorengan brokoli (terdengar aneh yah, tapi enak, brokolinya berasa, ngerebusnya juga si kokinya pinter ngga terlalu mateng). Cilok daging dan gorengan brokoli-nya lupa difoto tapi itu semua ada di pintu masuk air terjun, rame pokoknya kalian kalau liat orang makan pasti ngeces juga.

Air Terjun Coban Rondo

Setelah ke Air Terjun Coban Rondo, kami pergi ke Paralayang Gunung Banyak, engga ada di paket tapi kami tergiur liat orang melayang-layang di atas gunung pas perjalanan ke air terjun. Harga main paralayang Rp 350.000, but it was worth the money tho. Seru!

Tip 3: Kalau berencana naik paralayang, pakai atau siapin sepatu atau sendal bertali pokoknya jangan sendal jepit. Kalo pakai high heels entar pas lari mau terbang kepeleset. Jangan pakai selop juga, kamu ngga mau kondangan. Setiap pilotnya punya tongsis, dipinjemin nanti sama mereka, aman insya Allah ngga jatoh soalnya diiket-iket, kalau jatoh ya berarti ngga rezeki. Bisa juga biar kekinian sewa go-pro sama pilotnya ada benerapa yang punya, kena charge Rp 100.000.

Ini lagi tegang sebenernya

Selesai melayang-layang, kami akhirnya menuju hotel untuk istirahat sebentar, badan udah kayak kremesan peyek kacang banget, cuapek pol. Hotelnya yang dipilih sama travelnya di Batu adalah Zam-Zam Hotel, bintang 3, tapi bersih dan bagus. Semua service-nya standard. Semua karyawan hotelnya sopan, selalu nyapa dan senyum jadi betah. Buffet sarapannya ya.. hotel bintang 3 aja, do not expect any kind of cereals.

Habis maghrib kami pergi makan malam, karena ngga ngerti daerah Batu, kami di antar driver ke restoran Joglo Dau, menurut kami makanannya kemanisan dan kurang enak, yah B aja lah. 2,5/5.

Tip 4: Kalau mau googling makanan-makanan enak ketika kamu akan berkunjung ke Batu, jangan carinya makanan enak di Malang karena jauh, jauh banget sih engga, tapi kalo kesininya lagi peak season, macetnya engga kuat, jadi carilah di search engine kamu restoran enak di Batu. Kami ngga sempet kulineran di Batu karena jadwal padat, jadi kebanyakan makannya di dalam objek wisata yang rasanya entah kenapa engga ada yang cocok juga di lidahku, kurang mecin kayaknya deh.

Dari Joglo Dau, kami ke alun-alun Kota Batu, rame banget. Jadi, kami ke Batu itu pas lagi liburan, pas lagi peak season dan pas lagi rame-ramenya, driver kami bilang ada ketan terkenal namanya Pos Ketan KWB alun-alun Batu (pokoknya terkenal bangetlah!), yaudah kami coba, pas liat WAHHHH GILAK! rame banget kayak lagi midnight sale. Driver kami berbaik hati ngantriin dan kami muter alun-alun. Karena rame banget akhirnya setelah muter-muter ngga ada tujuan kami melipir lagi ke deket-deket tempat ketan, beli susu yang katanya enak dan beli roti maryam yang rame juga (tapi pas dicoba ya B aja, duh, susah banget untuk dibikin puas emang anaknya soalnya seleranya tinggi #pantes #jomblo). Duduk disitu ada kali 2 jam nungguin si ketan, "Awas aja ni ketan kalo rasanya kayak tansu Kalimalang!" setelah nunggu lama, akhirnya dapet, waktu itu duriannya habis jadi gue pesen yang coklat. Pas dicoba.. YAAAA B AJA JUGA! GIMANA DONG! Mungkin karena gue ngga nyoba yang durian kali yah (positive thinking).

POL BANGET KAN RAMENYA!

Dari alun-alun, akhirnya balik lagi ke hotel untuk istirahat.


DAY 3

Tip 5: Sebelum tidur waktu ke Bromo untuk liat sunrise, sebaiknya mandi dulu yang bersih dan wangi, shampoo-an, ada atau ngga ada hari dryer di tempatmu berada, karena lebih pagi lebih baik berangkatnya ke Bromo, jadi jam 1 malam mandi sounds wrong, kamu mau liat sunrise bukan mau pesugihan mandi jam 1 malam. Kalo ngga mandi, rambut lepek, engga fresh, ntar ngga bagus difoto. Jangan lupa juga siapin snack-snack ringan kayak roti sebelum ke Bromo biar ngga laper, dimakannya tapi jangan pas sebelum bobo, entar gendut, nanti aja di perjalanan pas ke Bromo-nya.

Sejenak memejamkan mata, jam 12 kami bangun, niatnya mau mandi tapi kok dingin, jadinya ngga jadi (that's why I put the #5 tip above). Perjalanan dari Batu ke Bromo takes 2 hours, lumayan bisa tidur, jadi bawa aja itu bantal lehernya. You'll love the bantal leher when you're in Batu on peak season, karena macet banget, jadi pasti sering bobo di perjalanan.

Nyampe Bromo jam 3, transfer pakai Jip menuju ke atas-atas sanalah, gue juga ngga ngerti kemana pokoknya menuju atas.

Tip 6: Musim kemarau itu di Bromo lebih dingin daripada musim hujan, jadi kemarin gue pakai long john, kemeja tipis, jaket tebal, celananya pakai long john juga dan jeans. Bagi gue yang lemaknya banyak, masih nusuk dinginnya, jadi kalau tubuhmu kering kerontang dan gampang kedinginan, wear more clothes, atau yang lebih tebal, tapi mending berlapis aja daripada tebal (karena nanti setelah turun dari Bromo dan kalau ngga langsung pulang ke hotel, panas kalau pake baju tebel, kalau berlapis kan lapisannya bisa dilepas). Pakai sepatu (ngga usah pake yang baru, bagus apalagi yang mahal, kotor pasti, sayang) dan kaos kaki, jangan lupa maskernya dipakai, kalau anaknya ngga kuat dingin pakai tambahan topi kupluk, syal dan sarung tangan. Ini emang terdengar lebay, tapi asli, dingin beneran di atas sana. Ohya, bantal lehernya juga di bawa aja ke Jip, karena Jip-nya juga bakalan nungguin kamu, again, buat bobo di perjalanan.

Sampai di atas yang belum atas, karena macet (iya, macet di gunung saking penuhnya) kami berhenti di dekat Bukit Cinta situ, jadi bisa pilih antara jalan dan naik ojek ke Penanjakan 1, karena kemarin itu rame banget kayak anak SMA lagi pada sahur on the road, kami memutuskan untuk jalan ke Bukit Cinta aja, daripada ke Penanjakan 1 juga cuman bisa liat kepala orang. Tapi ngga bawa bantal lehernya, tinggal aja di Jip, soalnya mau liat sunrise bukan mau bobo di atas bukit. Jangan lupa pas turun dari Jip, nengok ke atas langit dan ucapkan "Subhanallah" karena ada bintang-bintang bertaburan di atas sana, bagus banget.

Tip 7: Kalau kalian berhenti di Bukit Cinta dan ada mas-mas yang nawarin kalian untuk ke atas bukit, bayar aja tapi tawar, kemarin dapet dari Rp 75.000 jadi Rp 50.000, mahal sih, tapi ngga endeus kayaknya kalau ngga naik ke atas bukitnya, nanti sama dia di senterin dan di bawa ke atas bukit terus dicariin tempat duduk juga.

Nah, sambil duduk-duduk nungguin sunrise, kami diam aja sambil berpelukan kayak teletubbies karena dingin, akhirnya tibalah waktu-waktu yang harusnya sunrise. Sayang seribu sayang, matahari pada hari itu lagi malu-malu, agak mendung dan ketutup awan. Padahal kan udah bulan Juli ya, tapi kata driver gue emang yang paling pol bagusnya itu Agustus. Tapi tetep viewnya bagus, mungkin ngga sebagus kalau kalian ke Penanjakan 1, tapi di Bukit Cinta lebih sepi, kalau kalian pemotret handal dan niat dapet juga kok pasti foto-foto bagus.

Selesai nikmatin sunrise gagal, kita turun dari Bukit Cinta, makan pop mie dan pisang goreng serta minum milo hangat di warung-warung dekat Bukit Cinta situ. Nyam, nyam, nyam!

Dari Gelap...
Jadi Terang.
Muka Teler

Balik dari jip, on the way to Pasir Bersisik (yes, I spell it right. Jadi, bukan Pasir Berbisik, itu mah film yang dibintangi oleh gue Dian Sastro), waktunya tidur lagi, karena ngga bawa bantal leher, jadilah tidurku tak nyenyak (that's why bantal leher is gonna be your best friend!) ditambah jalan yang ajlug-ajlugan. 16 jam + perjalanan ke Bromo membuat gue agak mager turun ke Pasir Bersisik, jadi lihat dari kaca aja, yang gue salut, itu driver Jip-nya hafal banget jalannya, padahal itu padang isinya debu semua, ngepul!

Setelah dari Pasir Bersisik, menuju ke Savannah dan Kawah Bromo, again, karena gue mager dan ngantuk akhirnya gue tidur di Jip lagi, hehe, hehe, hehe. Jadi, yang turun pergi kesana hanya kakak, adik dan Ibu gue saja, here's some photos of em:

Mom and Sister, Savannah
Brother, Pasir Bersisik

Turun dari Bromo, kami menuju ke Malang lagi, Ibu mampir ke tempat-tempat daster, lumayan itu Ibu-ibu yang mau beli daster buat sendiri atau oleh-oleh temen arisan, bisa ke Daster khas Tangerang-Malang, di Jalan Jakarta 56.

Dari tempat daster, kami makan di Bakso President, wah ini highlight of the trip! Pol banget rasanya! Gue pesen 1 porsi campur tambah 2 bakso biasa dan 1 tusuk bakso bakar. Kacau sih. Enak banget! Asli, harus nyoba. Ngga ada fotonya, karena tampilannya kayak bakso malang pada umumnya. Bakso bakarnya wajib coba, sampe take away 8 tusuk.

Dari Bakso President, kami beli oleh-oleh mainstream khas Batu, Malang di Brawijaya, tanya aja sama semua orang kayaknya tau sih itu tempatnya dimana. Bukan Universitas Brawijaya ya tapi, ntar bukan beli oleh-oleh malah disuruh belajar lagi kamu.

Udah teler, akhirnya kita kembali ke hotel, mandi bersih-bersih langsung tidur. Capeknya gokil sih.

Bangun-bangun pas Isya, kami berangkat lagi ke Batu Night Spectacular (BNS), nah ini seru, menurut gue theme park-nya pas. Kalau di Dufan gue kepanasan, di TSM Bandung pengap, nah di BNS ini, outdoor dan dingin jadinya enak. Harganya juga sangat-sangat worth it, bayar Rp 30.000 di pintu masuk dan setiap wahana bayar sekitar Rp 7.000 - Rp 13.000, ada juga tiket terusannya kalau ngga mau ribet Rp 90.000. Nah, yang menyenangkan lagi di BNS adalah heboh banget banyak lampu-lampu lucu jadi instagram-able lah kalau foto-foto di BNS, ada taman lampion juga karena kami mager jadi ngga kesana tapi konon katanya bagus juga. Wahananya pun lebih ekstrim dari Dufan dan TSM meskipun ngga gitu banyak, harus coba Gravitron, wahana paling random yang pernah gue mainin hahahaha, jadi kita ceritanya kayak nempel ngelawan gravitasi kayak spiderman gitu, seru. Selain Gravitron, cobain juga Mega Mix, itu ala-ala piring terbang dufan gitu... Tapi dibalik... Iya, dibalik...... Sepiring-piringnya dibalik. Gue ngga berani nyobain, takut muntah karena baru aja makan di food courtnya (yang rasanya lagi-lagi B aja).

Warna-warni seru!
Itu ntar sepiring-piringnya ditebalikin, fenomenal

Tip 8: Kalau ke BNS, jangan makan dulu. Jangan datang dengan perut kenyang, buat Ibu-ibu yang takut anaknya masuk angin gara-gara ngga makan (kan biasanya gitu), kasih makanlah kira-kira 2 jam sebelum ke BNS, karena mainannya kebanyakan dibolak-balik jadinya enek, yang ada malah muntah kalau makan dulu, apalagi yang anak-anaknya berani mainan ekstrim.

Pulang dari BNS, kami pulang ke hotel dan minta dijemput sama driver jam 10an karena hari itu tepar banget.


DAY 4

Berangkat jam 10, kami menuju Jatim Park 2, harga tiket masuknya kemarin ketika high season Rp 105.000, ada juga tiket terusan ke mana Eco Green Park dan Museum Tubuh, tapi waktu itu kami belinya yang biasa aja karena emang waktunya engga cukup. Yang sangat menakjubkan, semua hal di dalam sini (Batu Secret Zoo, tempat bermain, pool dan Museum Satwa) dibikin dengan sangat penuh niat, bagus banget! Terus nyaman pun. Batu Secret Zoo sendiri konsepnya bukan kayak Taman Safari di Puncak yang naik mobil keliling-keliling gitu tapi jalan kaki muterin kebun binatang, kalau pegel banyak e-bike yang disewakan juga. Gede banget tapi ngga berasa pegel karena rutenya jelas, ngga pake map juga ngga akan nyasar. Binatangnya juga bagus-bagus, sehat-sehat, gede-gede, iya, iya. Ya, pokoknya bagus lah! Lengkap juga, abis dari area ini ke anu, dari anu ke itu, jelas lah pokoknya dan ngga jorok.

Area binatang laut
Baru 2 bulan, ngantuk dia bobo
Terawat kan ya, niat pokoknya

Dari Batu Secret Zoo, kami ke play land, seru! Karena gue ngga suka panas ya jadi kepanasan, mainannya juga ngga gitu banyak sih. Engga se-seru di BNS, karena emang wahana-wahana bermainnya katanya lebih seru di Jatim Park 1, kalau di Jatim Park 2 lebih fokusnya ke Batu Secret Zoo itu. Tapi harus coba mainan Octopus, Tsunami, Animal Coaster dan Horror House. Seruuu! Bikin perut geli-geli gimana gitu, rumah hantunya juga ngga bercanda (ngga mau spoiler, rasain ajalah sendiri).

Octopus
Di luar Horror House

Puas main-main, kami ke Museum Satwa, wah kalau yang ini, untuk ukuran Indonesia gokil sih! Kayak Night at The Museum KW super lah. Ngga gitu sih, tapi bagus beneran! Keren deh. Gue personally ngga tertarik sama binatang gitu aja had fun, apalagi kalau kalian yang suka.

Dewi Kambing
Kayak nyata banget kan?

Tip 9: Ke Jatim Park 2 ini lebih enak rame-rame, kalau berdua-bertiga gitu kurang seru. Cocok untuk family trip sih, kalau masih ada bayi engga terlalu disaranin tapinya bawa pas musim-musim liburan, rame banget ntar bayinya cranky, meskipun tetap considerate gitu tempatnya. Kalau kesini, jangan lupa juga foto sama anak harimau (gue kesini Juli 2015 masih anak, baru 2 bulan, ngga tau kalian perginya kapan), terus di cetak Rp 50.000, hasilnya bagus! Jangan lupa juga kalau yang suka jamu, beli jamu di deket pintu keluar (kapal Nabi Nuh, iya, Nabi Nuh), itu nanti ada sales yang menjajakan jamu, beli aja jamu Ibu Roes, enak banget kunyit asemnya! Disarankan juga bawa mukena bagi yang muslim, karena mungkin akan keambil waktu solat Zuhur dan Ashar di sana, mukenanya bersih-bersih sih tapi lebih baik bawa sendiri biar ngga nunggu-nunggu.

Selesai dari Museum Satwa, kami langsung ke Museum Angkut, tiket masuknya Rp 80.000 kalau weekend, ada tambahan biaya Rp 30.000 kalau mau pakai kamera go pro, SLR dan kamera pro lainnya. Satu kata buat museum ini: NIAT! Niat banget, 2 kata tuh gue tambahin. Baguuuuus banget! Bertema, menyenangkan, dan kebetulan pas banget sekitar abis ashar jalan dari Jatim Park 2 ke Museum Angkut, nggak lama nyampe ada parade gitu, lucu-lucu banget. Kalau kalian suka banget yang antik-antik, ini mesti banget sih dikunjungin! Jangan lupa ketika udah sampe di arena Hollywood, bikin video movie star gitu, Rp 45.000, buat iseng-iseng tapi lucu banget hasilnya bikin ngakak sendiri. Later I'll post the video on my instagram.

Dari awal sampe akhir di museum (yang juga ada rutenya) bener-bener tentang angkutan semua. Di akhir rute pas pintu exit, kita semacam masuk gerbong kereta, lengkap dengan goyangan-goyangan kayak di gerbong kereta beneran! Di museum Angkut sendiri ada pasar apung, banyak makanan-makanan disana, jadi kalau laper ya pas selesai tinggal makan tapi karena kami waktu itu ngga terlalu laper (karena udah makan di food court Jatim Park 2 yang lagi-lagi rasa makanannya B aja) jadinya langsung pulang ke hotel dan istirahat. Capek, bos! Anak museum banget seharian.

Jaman dulu kalau mau nikah kesini
Minyak?
HULK, MY TWIN


DAY 5

Hari terakhir di ngalaM! Bangun pagi langsung mandi dan sarapan, kemudian kami menuju ke kebun apel. Nama kebunnya apa gue lupa dan harga masuknya berapa (atau apakah ada entrance fee atau tidak karena ngga merhatiin), jadi kita masuk ke kebun dan bebas metik dan makan sebanyak-banyaknya, kalo mau dibawa pulang tinggal masukin kantong, nanti dikiloin sama yang jaga dan bayar yang itu. Enak apel-apelnya, manis!

Semanis Apel

Selesai metik apel, kami pergi ke destinasi terakhir kami yaitu ke.. DEPOT RAWON NGULING! Nah ini adanya di Malang, makanya nyobanya hari terakhir ketika harus ke bandara yang ada di Malang juga, disempet-sempetin. Wah! Destinasi terakhir yang sangat menyenangkan juga mengenyangkan. Enak banget rawonnya! Gue pesen nasi rawon campur. Pol banget, ngga afdol kayaknya kalo ke Malang ngga makan ini. Enak banget!!!! (duh, ini udah ngulang keberapa kalinya), setelah bakso president, makanan yang enak ya ini, sampe take away bawa pulang, bela-belain kepanasan naro rawon di tas biar bisa makan di Jakarta. Jangan lupa telor asin kalo yang suka, soalnya ngga disediain, harus minta, gue hampir kelupaan pas udah setengah makan, hehe #penting.

JADI PENGEN LAGI

Setelah dari rawon nguling, pulanglah kami menuju Bandar Udara Abdul Rachman Saleh, udah ngga kuat naik kereta lagi :")

Tip 10: Pergi ke Batu, Malang, Bromo paling enak jangan yang hype gitu kayak libur lebaran, natal, tahun baru, long weekend, dll, lebih enak kalau ambil cuti bersama lokal sekeluarga #dikeplak. Terus menurut gue juga enaknya sama keluarga, selain wisata-wisatanya sepertinya dirancang untuk keluarga, sinyal di Batu cukup susah, loh apa hubungannya? Iya, biasanya kalau sehari-hari kan kita sibuk, jarang ngabisin waktu sama keluarga, nah, ketika liburan yang susah koneksi internet, tersambunglah kita ke dunia nyata dan jadi banyak quality time sama keluarga. Biarpun tiap keluar hotel atau masuk ke tempat tertentu selalu yang pertama ditanya "Mas/Mba, ada wifi?" :)

Overall, liburan di Malang-Batu-Bromo seru.
Salam dari keluarga gue, my family, my joy.
Hello again, Jakarta!

pulang ke rumah

Jakarta, early 2015
Jakarta sejuk sekali senja ini. Jendela-jendela di Kopi Kita basah oleh titik-titik hujan yang baru saja reda beberapa menit lalu.
Why can’t we just get over each other, Ga?
Kalla terkesima dengan pemandangan yang Ia lihat dari kaca bening di sebelahnya. Ia menerawang jauh sambil bergumam tak sadar.
Persis di sebrang tempat Ia duduk, Raga justru terkesima dengan perempuan yang barusan bergumam sesuatu yang Ia tak yakin maksudnya apa. “She always looks wonderful. Kalla selalu ngingetin gue sama Kate Middleton. Graceful namun sangat sederhana,” Raga bergumam, dalam hatinya.
“Kenapa, Kal?”
“Eh, engga.” Kalla grogi ketahuan bergumam sendiri namun memilih untuk tersenyum simpul.
“Lama engga ketemu, kamu jadi suka bengong.”
“Aku tuh tadi lagi mikir kalau hujan dan kopi itu soul mate. Mereka tuh cocok banget kalau disandingin berdua ya, Ga.” Kalla mulai meracau, menutup rasa groginya.
“Hujan dan kopi. Kamu dan aku,” Raga jadi berkhayal.
“Lama engga ketemu, kamu juga jadi suka bengong kayak aku.”
Raga tertawa. “Jangan sok tahu ah kamu, Kal. Kalau ternyata hujan lebih suka disandingin sama teh atau susu gimana?”
“Mmm.. Aku ragunya sih malah hujan sukanya selingkuh sama mie instan, Ga.”
Mereka kemudian tertawa.
Tawa rindu yang sudah menderu selama tahunan akhirnya lepas bersamaan dengan bunyi petir yang masih sayup-sayup terdengar namun tak lagi begitu menakutkan.
***

Jakarta, circa 2009
“TADAAAAA!!!”
“Kal! Jangan suka ngagetin!” Raga mencubit pipi Kalla gemas.
“Bengong aja sih kamu! Mikirin apa sih? Nih, aku bawain kesukaan kamu! Dihabisin ya!” Kalla memberi Raga paper bag coklat dengan huruf M di depannya tercetak besar.
“Mikirin kamu sesayang itu sama aku atau engga, Kal!” Raga bergumam dalam hatinya.
“Wah asik, terima kasih ya Kal, senang banget punya kamu.”
“Senang punya aku karena aku yang beliin kamu McD apa senang karena aku yang pacar kamu?” Kalla mencibir pernyataan Raga, menurutnya gaya pacaran mereka ini engga cocok romantis-romantisan sama sekali. Tapi, Kalla senang dengan hubungan yang seperti itu, santai, tapi sayang. “Aku sayang beneran engga sih, Ga, sebenernya sama kamu?” pikiran Kalla tiba-tiba bertanya pada hatinya.
“Senang… karena punya kamu jadi pacar aku,”
“…dan karena kamu suka beliin aku McD jugalah, Kal!” Raga melanjutkan seraya tertawa nakal.
Kalla refleks mencubit lengan Raga gemas, diam-diam Ia bersyukur dengan format hubungan yang sekarang mereka miliki.
“Juga karena kamu yang selalu hafal apa yang paling aku suka tanpa harus aku kasih tau kamu.”
“Nanti malem aku hadiahin wonderful tonight-nya Eric Clapton sampai kamu tidur nyenyak.”
***

Jakarta, early 2010
“Aku bosen kita gini-gini aja, Ga.”
“Maksud kamu?”
“Ya gini-gini aja. Engga kemana-mana.”
“Kamu emangnya mau kemana, maunya gimana, Kalla?” Raga masih tidak mengerti. Jangankan Raga, Kalla sendiri saja sebenarnya tak tahu apa maksud dari ucapannya barusan.
“Shit, gue salah apa sama Kalla?”
“Kamu.. Ngebosenin. Hubungan kita, Ga, kita ngebosenin.” Kalla frustasi tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini.
“Aku minta maaf.” Raga menjawab sekenannya. Bukan karena Ia tidak ingin memperjuangkan, namun karena sejujurnya Ia masih tidak mengerti.
“Wrong answer, Raga. It was a good saying but it’s not enough for me to stay..”
“Kita putus aja ya, Ga?”
Raga langsung menegakkan badannya, belum mampu 100% mencerna perkataan kekasihnya semenjak beberapa bulan belakangan ini. “Kalla is indeed unpredictable, tapi harusnya tidak semengagetkan ini. Kalla.. Kalla.. Aku kurang apa untuk kamu..”
“Kal, kita bisa coba ini lagi. Aku sanggup memperbaiki diri aku untuk kamu, untuk hubungan ini.”
“Bukan, bukan itu masalahnya, Ga.”
“Maafin aku kalau selama ini aku tidak menganggap kamu mampu meyakinkan aku untuk benar-benar sayang kamu,” Kalla memejamkan matanya, menahan gemuruh yang entah apa namanya meradang di dadanya ketika Ia melihat ekspresi di wajah Raga saat ini.
“Terus apa? Kalla, kamu engga bisa seegois ini dalam hubungan kita.”
“Aku engga bisa jawab, Ga. Aku pun engga ngerti. Aku minta maaf ya.” Kalla berdiri sekuat tenaga, pergi meninggalkan Kopi Kita dan Raga yang tak lagi jadi miliknya.
***

Jakarta, early 2014
“Ga, udah deh lo cowok juga, move on kali. 4 tahun, man! Engga penting banget perempuan kayak dia masih aja diinget-inget,” Ardhi, teman baik Raga menepuk pundak Raga perlahan.
“Nyet, ngga usah ngingetin gue, lo tau gimana mati-matiannya gue berusaha lupa sama Kalla.”
“…and it’s killing me.”
***

Jakarta, circa 2014
Kalla bosan, Ia memilih untuk tidur-tiduran seharian mengisi hari-hari terakhir liburnya. Kemudian Ia menarik tatakan laptop dan laptop kesayangannya di atas tubuhnya, Ia membuka web page tumblr miliknya yang sudah lama sekali tak Ia buka.
Tu me manques.
You are missing from me.
In French, instead of saying “I miss you”, you say “Tu me manques” which is closer to “You are missing from me.”
“Waaah.. So, after all these times, who is the one whose really missing from me, ya?”
“Who is the one whose really could make me doesn’t function when he’s missing?”
Ia tiba-tiba rindu sekali suasana di Kopi Kita, racikan kopinya selama ini tidak pernah lebih enak daripada racikan para bartender handal dan friendly di coffee house kesayangannya tersebut.
Kopi Kita mengingatkan Kalla pada serial favoritnya, Friends. Di serial tersebut, coffee house “Central Perk” juga banyak menjadi setting tempat utama kisah-kisah para lakonnya.
But mostly on her mind right now, Kopi Kita mengingatkan Kalla pada sebuah nama.
***

Jakarta, end 2014
“Hai, Kalla. Apa kabar?” Raga menyapa wanita yang nampak tergesa-gesa didepannya, yang barusan tak sengaja Ia tabrak.
Wow! Looks who I just bumped into! Hai, Ga!” Kalla kaget–hampir hilang kendali–kaget karena Ia barusan tak sengaja ditabrak dan kaget karena merasa semesta mempermainkan hatinya. Akhir-akhir ini rasanya sedikit melelahkan, hampir setiap hari ketika malam datang, pikiran-pikiran membingungkan tentang satu nama mulai merasuki Kalla, Raga. Malam-malam terakhir menjadi begitu sulit, Ia jadi susah tidur, dan lihat siapa yang Kalla temui saat ini tanpa disengaja.
In a rush?
Well, kind of. Mau ketemu orang di cafĂ© sebelah. Kamu, ngg… Lo?”
“Mmmm..”
“Engga mungkin gue ngaku gue lagi kangen banget sama Kalla makanya gue kesini, kan?”
“Mmmm…?”
“Gue tadi mampir aja kesini sebentar mau beli kopi.”
Hmm, I see. Okay, then, I have to go ya, Ga. Kapan-kapan kita atur waktu untuk ketemu. You know how to reach me, kan?”
 “Nomor handphone-nya belum berubah?”
“Belum kok.” Kalla mejawab seraya melambaikan tangan dan pergi menjauh dari tempat Raga berpijak, Ia kembali sendirian di kedai Kopi Kita.
Sudah hampir 5 tahun berlalu sejak Kalla pernah meninggalkannya persis seperti saat ini. Bedanya Kalla sedang tak menahan tangis bingungnya, bedanya gemuruh rasa di dada Raga saat ini bukan lagi kalut, bingung dan kesal, namun rindu. Ia rindu.
***

Jakarta, early 2015
“Jadi, kamu sedang sibuk apa, Ga, sekarang?”
“Nerusin bisnis papa aja dan baru aja mulai lanjutin S-3, Kal.”
“…dan sibuk nyari istri kaya kamu, engga dapet-dapet. Cari dimana ya, Kal, duplikat kamu itu?”
“Kamu sendiri? Kemarin aku lihat di Path baru graduation di post graduate program ya?”
“Wah, sebentar lagi aku kalau manggil kamu jadi Professor Raga dong ya?” cucu Adam-Hawa yang sedang melepas rindu itu kembali tertawa bersama. “Iya baru selesai S-2 kemarin. Ya, gitu aja, Ga,  sekarang jadi corporate’s secretary di K&B, tau?”
“Perusahaan si papa banyak jalin kerjasama dengan K&B, Kal. Kalau tau kamu kerja disitu, harusnya bisa pakai akses orang dalem aja ya!”
“You’re really living your dream ya, Kal.. Hebat...”
Kalla tertawa lagi. “Bisa diatur kapan-kapan kita lunch meeting.
“Eh?”
“Ngomongin perusahaan.”
“…dan kita.”
“Yang kemarin dulu kita engga sengaja ketemu disini, kamu mau ketemu orang, orangnya engga akan marah kan kalau kita ketemu-ketemu gini?”
Kalla menjawab tak acuh, “He was no one.”
Raga lega. Ia senang.
Tiba-tiba hujan turun lagi. Hati Kalla jadi melankolis. Ia teringat perkataan Yessya, sahabatnya, “Kal, hati lo tuh ya, disentuh dikit langsung rapuh. Terlalu melankolis, serapuh kapas..”. Ia tiba-tiba tersenyum lagi.
Seriously, Kal, jangan suka bengong, nanti kesambet petir.”
Kalla tersenyum hangat. “Tu me manques, Ga.”
Giliran Raga yang senyumnya sehangat mentari di senja yang sejuk ini, samar-samar Ia mendengar lagu Take Me Home milik Us The Duo mengalun pelan dari stereo Kopi Kita.
You too, Kal.”
I’m only happy when I'm with you, home for me is where you are.
***

“Mungkin ini bukan tentang aku dan kamu yang sedang menjauh ya, Ga.
Bisa jadi ini hanya tentang aku dan kamu yang sedang sama-sama saling memantaskan, saling belajar di hutan rimba kehidupan, lalu pada saatnya kita akan sama-sama pulang ke rumah.
We never know.”
***

surat kecil untuk kamu

Sang Maha Penebar Cinta itu lucu ya.

Terkadang Ia memutarbalikkan makhluk-makhluk-Nya yang saling berlawanan arah.
Terkadang dengan satu kejap Ia mampu menghapuskan amarah menjadi rangkaian puisi indah.
Terkadang Ia bisa juga melakukan perencanaan yang begitu matang sehingga lama datangnya cinta.

Sama seperti aku.
Dan kamu.

Aku bertemu kamu lama sesudah aku bertanya-tanya.
Lama sesudah aku sampai berhenti mengharapkan datangnya rasa.

Mungkin kamu adalah untaian doa-doa malamku yang para malaikat-Nya aminkan.
Mungkin kamu adalah untaian doa-doa tak hentiku yang para malaikat-Nya bawa ke langit para pengharap.
Mungkin kamu adalah jawaban.

Aku tak begitu paham rencana-Nya.
Pun tak begitu paham bahasa cinta-Nya.

Yang aku tau, jelas dan pasti,
Kamu adalah pemberi warna.
Pertama dari sekian lama yang mampu menghasilkan dopamine, oxytocin, adrenalis dan vasopression kemudian berujung pada euphoria di bagian otak pada tubuhku.

Kamu,
Adalah semoga yang
Ingin aku realisasikan.